Rahim Pengganti

Bab 179 "Jangan Buat Aku Kecewa"



Bab 179 "Jangan Buat Aku Kecewa"

0Bab 179     
0

Arka yang melihat kejadian itu, tidak menyangka hal itu bisa terjadi. Anak laki laki itu, hanya terdiam hanya karena perbuatan orang lain kakak nya harus menerima sesuatu hal yang tidak baik. Anak laki laki itu, segera berjalan masuk dan pergi menuju kamar kakak nya.     

"Kak … kakak Dhira? Kakak di dalam kamar? Buka pintu nya kak," ujar Arka. Namun, tidak ada jawaban dari dalam. Dhira terus mengeluarkan air mata nya, sungguh dirinya begitu kecewa dengan dirinya sendiri. Karena dia yang pergi dan tidak bersama dengan sang kakak, hingga membuat Gaby jatuh pingsan.     

"Kamu bodoh Dhira, bodoh kenapa kamu tidak pulang saja. Kenapa kamu malahan pergi ke tempat itu, lihat sekarang kakak kamu menderita, karena ulah kamu sendiri," ucap Dhira. Gadis itu terus menyalahkan diri nya sendiri. Menangis menumpahkan semua hal yang ada di dalam hati nya.     

***     

Dhira hanya terdiam, tidak ada ucapan maupun satu perkataan pun yang terlontar dari mulut nya, gadis itu hanya memakan makanan yang sudah ada. Bahkan untuk protes pun, rasa nya Dhira tidak sanggup biasa nya Dhira akan mengatakan bahwa diri nya tidak menyukai bawang goreng dan akan marah jika ada yang meletakkan bawang goreng di piring nya namun, kali ini tidak seolah tidak melihat hal itu Dhira terus saja memakan nya.     

"Bukan nya kamu alergi bawang goreng kak?" tanya Arka. Sontak saja hal itu membuat kedua orang tua Dhira menatap ke arah anak nya, "Nggak apa apa dek. Pengen mencoba sesuatu hal baru," jawab Dhira dengan air mata yang sudah akan mengalir.     

"Buna lupa kalau kak Dhira tidak suka bawang goreng? Kakak alergi loh Bun," ujar Arka.     

"Buna nggak sengaja sayang, maafkan Buna ya kak," ucap Gina. Wanita itu sangat menyesal dengan apa yang dilakukan oleh diri nya kecerobohan tersebut, membuat Arka semakin tidak respek dengan Gaby. "Tidak apa apa, aku baik baik saja," jawab Dhira dengan memaksakan senyuman.     

Gadis itu terus saja memasukan sup ke dalam mulut nya, berusaha menahan sesak di dalam dada nya. Namun, Arka tidak tinggal diam anak laki laki itu segera mengambil makanan tersebut. "Berhenti menyiksa diri hanya untuk terlihat baik baik saja." Setelah mengatakan hal itu Arka lalu beranjak dari tempat duduk nya, anak itu masih terlihat kesal dengan tingkah laku kedua orang tua nya, yang selalu bersikap berlebihan dengan yang lain sedangkan dengan dirinya dan sang kakak tidak.     

Dhira kembali melanjutkan makan nya, gadis itu tidak mungkin membiarkan makanan nya begitu saja. Melihat sang anak masih, mencoba memakan makanan tersebut Daffa segera membuka suara.     

"Makan yang lain saja," ucap Daffa. Dhira menegakkan kepalanya dan menatap ke arah sang Baba. Gadis itu terus tersenyum dan menggeleng kepalanya. "Nggak usah Ba, ini masih bisa di makan kok. Sayang aja kalau dibuang," ujar Dhira.     

Gadis itu berusaha terus untuk tidak membuat sang Buna marah, sungguh tamparan yang dilakukan oleh Gina seolah menjadi trauma tersendiri di diri Dhira. Gadis itu bahkan sangat takut, jika nanti diri nya kembali berbuat salah dan mendapatkan sebuah pukulan dari ibunya tersebut.     

Setelah selesai makan, Dhira seperti biasa akan mencuci piring dan membereskan dapur. Weekend adalah waktu di mana gadis itu akan mulai membersihkan rumah, sabtu merupakan waktu yang tepat untuk Dhira menyalurkan hobinya.     

"Maafkan Buna ya nak," ujar Gina. Dhira yang sedang mencuci piring kaget dengan kedatangan buna nya tepat berada di samping nya. "Buna kenapa minta maaf," ucap Dhira. Terlihat dengan sangat jika gadis itu sedikit takut dengan kedatangan buna nya dan hal itu terlihat jelas di mata Gina.     

"Kemarin Buna kalut kak. Buna takut sesuatu terjadi pada Gaby, maafkan perlakuan Buna ya kak. Buna nggak sengaja nampar kamu Bu …,"     

"Ada apa?" tanya Daffa dengan datar. Pria itu sudah berdiri di dekat anak dan istri nya, Daffa kaget ketika mendengar penuturan sang istri bagaimana bisa istri nya yang lemah lembut bertindak seperti ini kepada sang anak. Rasa nya Daffa tidak percaya. "Mas!!" Saat ini Gina tidak tahu, harus berbuat seperti apa. Wanita itu takut menatap ke arah sang suami yang sudah menatap nya dengan, tatapan yang begitu datar.     

"Jelaskan apa yang terjadi di ruang tamu, setelah kalian selesai mengerjakan semua nya." Pria itu lalu meninggalkan Gina dan Dhira di dapur, melihat kondisi sang Buna semakin membuat, Dhira menyalakan diri nya. Semua yang terjadi adalah kesalahan nya, dan hal itu membuat Dhira berusaha untuk menahan sesak di dalam dada nya.     

***     

Di sini lah mereka, duduk di sofa ruang tamu. Dhira hanya bisa menundukkan kepala nya, gadis itu takut kembali dimarahi oleh Baba nya, karena membuat buna nya seperti ini, banyak hal yang membuat Dhira overthinking sejak kejadian kemarin.     

"Ada apa?" tanya Daffa, pria itu sudah terlihat santai dengan nada bicara nya. Tidak sebelumnya yang tidak bisa menahan kekesalan yang ada, ketika mendengar ucapan yang terlontar dari bibir istri nya.     

"Apa yang terjadi, kemarin sehingga membuat kamu meminta maaf seperti tadi dengan Dhira," ucap Daffa.     

Gina menjelaskan semua nya, kemarin Gaby jatuh pingsan ketika menunggu Dhira tidak juga pulang, anak mereka mengeluarkan darah dari hidung nya. Dan hal itu terjadi karena Gaby terlalu lelah menunggu, bahkan dia sampai melewatkan makan siang nya karena khawatir dengan Dhira. Karena hal itu lah membuat, Gina kalut diri nya menampar sang anak ketika akan pergi menuju rumah sakit.     

Saat berada di dalam mobil, Gina menyesal melakukan hal itu sejujurnya wanita itu tidak bermaksud untuk bisa melakukan itu semua, dia tanpa sadar menampar sang putri karena panik dengan apa yang terjadi, Dhira hanya diam gadis itu menahan rasa sesak di dalam dada nya.     

"Maaf … maafkan Buna sayang, Buna tidak bermaksud melakukan hal tersebut, Buna tidak mau melukai kamu," ujar Gina. Namun, Dhira mengatakan jika itu bukan kesalahan sang Buna. Gadis itu juga berusaha menahan air mata nya, yang sudah hampir siap untuk tumpah.     

Daffa yang mendengar hal itu, bingung harus bersikap seperti apa sungguh apa yang diri nya dengar benar benar membuat Daffa tidak menyangka jika istri nya bisa melakukan hal tersebut. Gina terkenal dengan sikap nya yang lemah lembut namun, ternyata istri nya itu bisa bersikap seperti itu. Sikap yang tidak pernah Daffa sukai, Daffa lalu meminta sang anak untuk masuk ke dalam kamar. Pria itu ingin berbicara dengan istri nya membahas, semua hal yang terjadi tentang sikap kedua nya yang seperti nya mulai membedakan Dhira dan Gaby.     

Semalaman Daffa berpikir mengenai hal itu, ucapan dari anak berusia 15 tahun membuat mata Daffa terbuka. Pria itu juga memikirkan bahwa selama ini, mereka terlalu berlebihan bersikap dengan kedua anak nya sehingga mampu menimbulkan sesuatu hal yang membuat kedua anak nya saling menyakiti.     

Di dalam kamar, Dhira merebahkan diri nya. Gadis itu menarik nafas berulang kali. Mencoba untuk menahan laju air mata nya namun, tidak bisa air mata yang di paksa untuk tidak keluar itu akhir nya luluh juga.     

Drt drt drt     

Dering ponsel milik Dhira berbunyi, dan saat di lihat banyak pesan baru yang masuk. Dhira kembali menutup dan mematikan layar ponselnya, gadis itu tidak mau membuka pesan tersebut. Bukan tanpa sebab Dhira melakukan hal itu semua itu terjadi karena diri nya, tidak mau terlanjur nyaman.     

Pesan tersebut, adalah pesan dari Arsen. Pria itu masih terus mengirimkan pesan kepada Dhira, awal sebelum Dhira tahu mengenai perasaan Gaby. Wanita itu menerima semua perlakuan Arsen kepada dirinya namun, sejak malam di mana tidak sengaja Dhira membaca buku dairy sang Kakak sejak saat itu juga Dhira berusaha untuk bisa melupakan semua hal tentang Arsen.     

"Aku harus apa," gumam Dhira. Gadis itu bingung harus bersikap seperti apa, saat ini diri nya benar benar tidak ingin menyakiti dua orang sekaligus.     

***     

Malam ini, Dhira berusaha bersikap biasa saja namun, gadis itu tahu jika kedua orang tua nya sedang tidak baik baik saja. Terlihat dari sikap kedua nya yang hal diam tidak ada sedikit suara pun yang terdengar, hal itu semakin menambah kesan bersalah kepada Dhira.     

"Bun Ba, besok Dhira ada janji sama teman teman kelas buat bazar di sekolah dalam rangka acara sekolah boleh nggak Dhira pergi?" tanya Dhira. Gadis itu, sudah terbiasa untuk di tolak permintaan nya. Karena jika sabtu dan minggu pasti kedua orang tua nya itu, akan meminta diri nya untuk bersama dengan Gaby, menemani kakak nya itu terapi dan hal itu terus berlangsung setiap Minggu. Bahkan Dhira tidak pernah hadir di acara sekolah jika diadakan weekend.     

"Nggak."     

"Boleh."     

Dua jawaban tersebut, membuat Dhira semakin yakin bahwa diri nya pasti tidak akan boleh untuk pergi.     

"Kakak nggak lupa, kan. Kalau setiap hari minggu bakalan ada terapi untuk Kak Gaby? Jadi untuk minggu ini di skip dulu ya sayang. Nanti kita bicarakan dengan dokternya Kak Gaby dulu," ucap Gina dengan senyum mengembang.     

"Biarkan Dhira pergi Bun, kan yang menemani bisa Baba dan Adek. Kasihan dia udah janjian sama teman nya," balas Daffa.     

"Nggak bisa Ba. Selama ini, Gaby udah nyaman dengan Dhira. Jadi biar dia yang menemani Gaby," ujar Gina.     

"Aku bisa terapi sendiri kok Bun," sahut Gaby.     

"No … tidak ada hal seperti itu, Buna nggak setuju. Kamu nggak keberatan, kan sayang?" tanya Gina. Dhira menampilkan senyum yang begitu mengembang, gadis itu menganggukkan kepala nya melihat sang anak harus kembali mengalah membuat Daffa hanya bisa menghela nafas nya berat, pria itu tidak tahu harus berkata seperti apa lagi terhadap istrinya. Setelah pembicaraan yang terjadi tadi hasil nya hanya pertengkaran, Gina merasa jika diri nya sama memperlakukan Gaby dan Dhira tidak ada beda sedikit pun.     

Padahal yang terlihat tidak, semua orang bahkan bisa menilai bakalan Gina menjaga Gaby seperti menjaga telur yang takut akan pecah sedangkan Dhira seperti burung yang dilepaskan dengan sempurna, tanpa tahu jika Dhira juga sangat membutuhkan kasih sayang.     

Dhira langsung masuk ke dalam kamar nya, gadis itu lalu mulai mengabari kepada seluruh rekan di kelas nya.     

11 IPA 1 squard     

Nadhira : Guys, aku nggak bisa ikutan besok ya. Biasa aku harus mengerjakan sesuatu. Have fun ya.     

Setelah mengabari teman teman nya, Dhira lalu kembali mematikan layar ponsel nya baru sebentar gadis itu meletakkan ponsel nya notifikasi dari group sudah memenuhi jendela ponsel nya. Dhira hanya bisa mengintip, semua nya bertanya tentang kenapa diri nya tidak bisa datang bahkan banyak yang mengatakan tidak akan hadir jika Dhira juga tidak hadir. Namun, tidak ada pesan tersebut yang dibalaskan oleh Dhira. Gadis itu lebih memilih membuka laptop nya, dan mulai mengetik sesuatu di sana, tidak ada yang tahu kebiasaan dan hobi Dhira.     

Semua itu terjadi, karena diri nya selalu di jadikan nomor sekian untuk segala hal sehingga membuat Dhira malas memberitahukan hal tersebut, Dhira lebih suka menyimpan semua nya, dan melakukan segala hal sendiri tanpa diketahui oleh banyak orang. Hanya ketiga teman nya saja yang, tahu apa yang menjadi kegiatan Dhira mereka pun tahu karena tidak sengaja mengetahui nya, dan dengan sangat terpaksa Dhira harus jujur.     

Suara ketukan dari luar membuat Dhira segera menutup layar laptop nya. Gadis itu sangat tidak ingin orang lain di rumah nya ini tahu, mengenai apa yang sedang diri nya kerjakan.     

"Sebentar!!" pekik Dhira. Gadis itu langsung berjalan menuju pintu kamar nya, dan ketika di bukan menampilkan sang Baba yang berdiri di sana dengan segelas susu coklat.     

"Baba boleh masuk?" tanya Daffa. Dhira terdiam sejenak, lalu menganggukkan kepala nya. Kedua nya lalu duduk di sofa dalam kamar Dhira. "Di minum susu nya sayang," ujar Daffa. Dhira menganggukkan kepalanya dan mengucapkan terima kasih, kedua nya masih terdiam tidak ada hal yang dibahas hingga terdengar helaan nafas berat.     

"Bagaimana sekolah kamu kak?" tanya Daffa.     

Dhira tersenyum, "Seperti sekolah pada umumnya kok Ba. Tidak ada yang spesial," jawab Dhira. Daffa menatap sendu ke arah anak nya itu, anak yang diri nya tunggu tunggu, banyak perjuangan yang terjadi saat kehamilan Dhira bahkan istri nya itu harus melewati beberapa bulan tanpa diri nya, dan hal itu membuat Daffa sering merasa bersalah dengan anaknya. "Baba ada yang mau dibicarakan dengan aku?" tanya Dhira. Timbul banyak pertanyaan di benak gadis itu, ketika melihat sang Baba mengantarkan susu ke dalam kamar nya, pasti ada sesuatu yang ingin dibicarakan oleh Daffa.     

"Apakah Baba harus ada sesuatu hal yang dibicarakan untuk bisa duduk bersama dengan putri Baba yang cantik dan manis ini," ujar Daffa.     

"Bukan gitu maksud Dhira Ba. Dhira hanya tidak mau merepotkan Baba, karena Dhira bisa bikin dan buat sendiri susu nya," jelas Dhira. Gadis itu takut sang Baba salah paham dengan maksud nya sehingga langsung saja, Dhira menjelaskan apa yang diri nya maksud.     

Daffa tertawa, kedua anak dan ayah itu saling bercanda bersama hal yang jarang dilakukan oleh mereka. Dulu sebelum mereka mengetahui, penyakit yang di derita oleh Gaby, semua nya masih berjalan dengan santai dan biasa biasa saja namun, semua nya berubah ketika Gaby sakit.     

Semua perhatian tertuju kepada Gaby, dan Dhira selalu saja mengalah sudah hampir 3 tahun ini, Gaby mengidap kanker dan selama itu juga seorang Dhira harus selalu berada di samping kakak nya itu, tanpa memperhatikan diri nya yang juga butuh perhatian.     

"Besok Baba antar ke sekolah ya," ucap Daffa.     

"Ngapain Ba? Besok libur, nggak sekolah jadi nggak perlu di antar," jelas Dhira.     

"Kata nya besok ada bazar? Baba mau antar kamu, untuk pergi ke tempat bazar tersebut."     

"Dhira nggak pergi Ba."     

"Kenapa? Soal Buna tadi? Biar nanti baba yang bicara, kamu juga harus pergi bersama teman teman kamu. Menikmati masa putih abu-abu yang sebentar lagi akan berlalu," ujar Daffa.     

"Nggak usah Ba. Masih ada hari Senin, kok jadi Dhira minta ganti aja. Baba tenang aja ya," ucap Dhira. Kembali Daffa tertegun dengan sikap anak nya yang luar biasa, Dhira gadis itu lebih memilih mengedepankan orang lain daripada diri nya sendiri, padahal hati nya juga terluka akan hal itu. "Beneran? Besok Baba akan antar, kalau kamu mau pergi."     

Dhira menganggukkan kepala nya, "Iya ba, aku gak masalah kok." Daffa mengusap kepala anak gadis nya itu, pria itu kembali memeluk sang anak dengan penuh cinta. Daffa berjanji akan selalu membuat anak anak nya, tersenyum dengan begitu sempurna dan akan memberikan semua nya kebahagian yang sama rata.     

***     

Di dalam kamar yang berbeda saat ini Gaby sedang sibuk menatap ke arah ponselnya gadis itu tersenyum melihat apa yang ada di layarnya saat ini. Sebuah foto hitam putih yang hanya menampakan seseorang dari arah belakang namun foto tersebut mampu membuat perasaan geby berbunga-bunga.     

Foto seorang pria yang begitu disukai oleh Gaby, pria yang berhasil merebut perhatian gadis itu itu dan membuat sang gadis mengidolakan bahkan menjadikan sosok pria tersebut sebagai seseorang penyemangat dirinya untuk terus sembuh dari penyakit yang sudah lama dirinya derita.     

Arsen pria tersebut pria yang sama dengan seorang pria yang mencoba mendekati Dhira. Namun Gaby tidak mengetahui hal itu gadis itu hanya tahu bahwa arsen adalah sosok pria yang dingin dan tidak tersentuh, karena selama ini Arsen selalu bersikap biasa saja di sekolah pria itu tidak pernah menampilkan apa apa yang secara tidak langsung selalu ditampilkan di depan Dhira gadis yang begitu dirinya cintai.     

"Kenapa kamu begitu misterius Arsen semakin kamu seperti ini ini semakin membuat aku penasaran siapa kamu sebenarnya. Andai Aku berani untuk bertegur sapa, denganmu mungkin aku adalah seorang wanita yang begitu bahagia namun, nyatanya hal itu tidak mungkin melihat kamu berada tak jauh dariku saja. Aku tidak mampu apalagi jika aku harus mendengar suara kamu yang begitu indah itu. Jadilah penyemangat untuk aku, aku selalu menyukai apapun tentang kamu."     

Gaby menuliskan semua hal tentang arsen di buku kecilnya, gadis itu menuliskan semua hal dari awal mereka bertemu bagaimana arsen tersenyum dan apa yang membuat Gaby begitu menyukai pria tersebut padahal arsen sangat terkenal dengan sikapnya yang begitu dingin dan tidak tersentuh namun, hal itu semakin membuat Gaby begitu penasaran. Gadis itu bahkan tidak peka dengan sekelilingnya dirinya tidak mengetahui jika sikapnya akan membuat semua orang terluka terutama adiknya sendiri.     

Suara ketuk pintu terdengar dengan sangat jelas Gaby lalu beranjak dari tempat tidurnya ketika pintu kamar tersebut terbuka ada Daffa yang berdiri. Daffa lalu kembali menuju ke kamar Gaby setelah pria itu bertemu dengan anak gadisnya.     

"Baba. Ada apa Baba kesini ada hal yang ingin Baba katakan?" tanya Gaby. Daffa tersenyum pria itu menggelengkan kepalanya lalu memberikan segelas susu coklat kepada Gaby setelah itu Dafa lalu mengucapkan selamat tidur untuk anaknya tersebut dan pergi dari sana. Mendapatkan segelas susu dari sang Baba membuat senyum mereka dengan sangat jelas di bibir Gaby gadis itu begitu bahagia melihat sebuah perhatian singkat yang diberikan oleh baba nya.     

Hal apa yang membuat seorang Gaby yang tidak pernah mau bergaul dengan teman teman nya namun berbeda ketika melihat arsen, bagi Gaby sosok Arsen adalah seperti sosok baba nya. Hal itulah yang berani membuat Gaby menyukai seorang arsen, Daffa adalah sosok Ayah yang begitu diidolakan oleh anaknya, pria tangguh yang begitu bertanggung jawab dan juga selalu memberikan kehangatan kepada keluarganya. Karena hal tersebut membuat Gaby melihat sosok sang ayah pada Arsen.     

***     

Sejak semalam Nadhira tidak mengecek ponsel nya gadis itu tidak mengetahui bahwa banyak sekali pesan singkat yang dikirimkan oleh seseorang berulang kali. Minggu adalah hari dimana Nadhira akan menemani sang kakak untuk pergi terapi seperti sebelumnya agar mengurangi sel kanker berkembang dengan begitu pesat. Sudah selama hampir 1 tahun ini Dhira selalu bersama dengan Gaby untuk pergi ke dokter untuk terapi dengan hasil yang lumayan bagus, sel kanker yang ada di dalam tubuh Gaby sedikit demi sedikit tidak berkembang dengan sempurna.     

"Permisi Tuan Nyonya di depan ada temennya non Dhira."     

Mendengar penuturan yang disampaikan oleh asisten rumah tangganya tersebut membuat Dira bingung tentang siapa yang baru saja datang ke rumahnya saat ini, seingat dirinya dia tidak memiliki janji dengan siapapun.     

"Terima kasih Bi," ucap Dhira.     

Asisten rumah tangga tersebut menganggukkan kepalanya dan mulai kembali menuju ke dapur sedangkan Dhira beranjak dari tempat duduknya tersebut. Gadis itu berpikir dengan sangat keras siapa orang yang dimaksud saat ini banyak pikiran yang terlintas di benak Dhira salah satunya adalah nama seseorang namun, Dhira tidak ingat jika dirinya memiliki janji dengan orang tersebut.     

"Kamu ngapain ke sini?" tanya Dhira. Apa yang ada di dalam benaknya ternyata benar pria yang sangat dihindari oleh Dhira nyatanya saat ini sudah berada di depan matanya. Melihat hal tersebut membuat Dhira hanya bisa menghela nafasnya berat gadis itu sangat tidak suka dengan sikap dari Arsen yang selalu ingin menang sendiri dan tidak mau diatur seperti saat ini terakhir kali mereka berdua bertemu Dhira sudah mengatakan bahwa dirinya tidak ingin bertemu lagi dengan arsen namun, nyatanya pria itu terus saja mencoba menampakan dirinya di depan mata Dira.     

"Aku mau jemput kamu anak-anak nggak akan buka bazar nya kalau kamu nggak datang kamu tega membiarkan hal itu terjadi," ujar Arsen. Mendengar hal itu membuat Dira menutup matanya sejenak gadis itu bingung harus bersikap seperti apa di satu sisi dirinya harus menuruti apa yang diinginkan oleh kedua orang tuanya namun di sisi lain dia tidak mungkin mengecewakan teman-temannya, apalagi setiap kali mereka mengadakan bazar dalam acara apapun Dira selalu saja tidak pernah hadir dan hal itu membuat dirinya tidak nyaman meskipun semua teman-temannya di dalam kelas mengetahui kenapa dan bagaimana Dira bisa melakukan hal tersebut.     

"Tapi aku nggak bisa aku harus pergi menemani Gaby ke rumah sakit hari ini dia terapi," ujar Dhira.     

"Ra ini bazarnya hanya terjadi enam bulan sekali, dan kamu bisa menemani Gaby setiap hari. Jika kamu pergi dan tidak menemani Gaby kali ini, tidak akan bermasalah."     

"Nggak bisa gitu Sen."     

"Apa yang nggak bisa. Sekarang semua keputusan ada di tangan kamu, jangan buat aku kecewa lagi Ra."     

Setelah mengatakan hal tersebut harus selalu pergi meninggalkan Dira yang hanya menatap kepergian pria itu dengan menahan sesak didalam dadanya.     

###     

Selamat membaca dan terima kasih.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.